MEMOAR DAUN SERAPAH


Tempat itu selalu memiliki cara ‘romatik’ disetiap sudutnya.  Kursi panjang yang memenuhi pekarangan taman menjadi hiasan sempurna menghabiskan jingga hari itu.  Sedangkan saya yang hanyalah seorang manusia biasa, mencoba mengikuti arah.  Sesekali berkhayal tentang sesorang yang selalu menemani jiwa dan raga di sepanjang akhir entah itu sekedar bercengkrama santai atau hanya duduk terdiam diri menikmati hilangnya kebiruan langit. Seseorang yang pernah segenap hatinya mecintai segala kehidupan biasa ini. Ingatan samar sedikit ingat tentang waktu terakhir memandangi paras wajahnya, meraba kehalusan pipi merahnya hingga menyentuh semerbak wangi rambutnya, atau mencumbu mesra sesekali melesat ke bibirnya yang merona. Terbalutkan pandangan cinta satu sama lainnya, benar-benar menjadi hari terhangat tak terlupakan.

Bahkan hingga detik ini saya mengingat betul kata terakhir yang kau ucap  "betapa merepotkannya mengenal seorang sepertimu didunia manusia ini dan ingin rasanya berenkarnasi menjadi sesuatu seperti ini kembali" - bisikmu, diakhiri lekukan senyum manis.

Saat kubalas dengan sejuta gaya tentang mengapa, kau hanya menjawab "karena dengan mengenalmu saja sudah membuatku bahagia, apalagi mencitaimu itu adalah alasanku bertahan hidup"

Kali semua tubuhku tertegun mendengarnya dan mataku terbelalak melihat kata itu keluar dari mulutnya dengan serius. Sungguh tak seperti biasanya.....

Andai saja kau tahu bahwa diatas sana Tuhan  sedang memperhatikan saya yang terpana mengangumi setiap hembusan nafas indah itu saat bercerita. Ditempat inilah rumput hingga udara yang selalu ada tanpa permisi menjadi saksi bisu betapa indahnya gelagar suaramu. Setiap malam berhadapan dengan lilin yang menyala terucap lantunan doa bahwa hanya kuseorang sajalah yang boleh mendengarnya.

Suatu hari saya ingin berserapah mengenainya dihadapan semua manusia penting dalam kehidupan ini. Tapi hanya sampah sangkalan yang saya petik, omong kosong mereka menggelar hingga kesudut ruangan bahwa kau tak pernah pantas singgah dalam kehidupan ini. Telinga saya muak makin menjadi-jadi. Karena semua acuh terhadap penjelasan lebar atas perasaan ini. Hati saya dibuat sakit setengah mati hingga harus terkurung dalam sebuah kotak besi.

Padahal esok sore saya telah berjanji akan menemuinya ditempat yang sama. Alih-alih saya akan bersumpah dihadapan Tuhan serta ciptaanNya nan indah bahwa saya terlalu mencintainya. Perak kecilpun telah saya siapkan di dalam saku kiri kemeja saya untuk diberikan kepadanya. Sungguh……. Saya akan menjadi manusia terbahagia pada kala itu.

Sayang seribu kali sayang saya terjerembab, terkurung sampai badan terkukung kaku secara sepihak mereka menyuntikkan cairan mencurigakan yang hanya menyelipkan nama amytail sodium. Membuat sekujur tubuh lunglai tak berdaya diimbangi dengan kantuk luar biasa dan berakhir tertidur pulas hingga keesokannya entah sudah berapa lama 'besok' yang saya lewatkan, perlahan mata saya terbuka dan menyadari bahwa hari telah berganti. Begitu seterusnya.

Dan

Teruntuk pertama kalinya saya patah hati. Dikala sang pujaan hati lelah untuk kembali. Kesadaraan saya pulih, 'tuk menerima segala bisikan memoar bahwa itu semua hanyalah sebuah fantasi.

Komentar